Sunday, April 12, 2015

KERAJAAN MUGHAL, JALALUDIN MUHAMMAD AKBAR, JODHA AKBAR



Sebelum kita mengkaji lebih dalam siapa itu Sultan Jalaludin Muhammad, alangkah lebih baiknya kita lebarkan sedikit pembahasan kita ke masa awal penubuhan kerajaan terbesar di India, yaitu kerajaan Mughal, yang merupakan sebuah kerajaan terbesar di India yang pernah menjadi saksi sejarah tentang hidupnya seorang sultan kontroversial, karena kebijakannya untuk menikahi seorang putri kerajaan Rajput beragama Hindu yang bernama Jodha.

Asal Mula Kerajaan Mughal


Bendera Kerajaan Mughal
Setelah Dinasti Abbasiyah runtuh karena di serang oleh tentara mongol, umat islam masih memiliki tiga kekuatan besar yang menjadi pusat perkembangan islam, yaitu Dinasti Utsmani di Turki, Dinasti Safawi di Persia dan Dinasti Mughal di India. Kerajaan Mughal berdiri seperempat Abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi, jadi, diantara ke tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal merupakan salah satu warisan peradaban Islam di India. Keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India yang nyaris tenggelam. Sebagaimana diketahui, India adalah suatu wilayah tempat tumbuh dan berkembangnya peradaban Hindu. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.

     Di kalangan masyarakat Arab, India dikenali sebagai Sind atau Hind. Sebelum kedatangan Islam, India telah mempunyai hubungan perdagangan dengan masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir, hubungan perdagangan antara India dan Arab masih diteruskan. Akhirnya India pun perlahan-lahan bersentuhan dengan agama Islam. India yang sebelumnya berperadaban Hindu, sekarang semakin kaya dengan peradaban yang dipengaruhi Islam. Oleh sebab itu menjadi penting untuk menulis secara ringkas eksistensi Kerajaan Mughal di India yang identik dengan Hindu.

Zahirudin Babur (1482 - 1530)


Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibukota, didirikan oleh Zahirudin Babur (1482-1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun, ia berambisi dan bertekat akan menaklukkan Samarkand yang menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu. Pada mulanya, ia mengalami kekalahan tetapi karena mendapat bantuan dari Raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil menakukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu kota Afghanistan.

Babur melanjutkan ekspansi ke India yang saat itu diperintah oleh Ibrahim Lodi. Ketika itu pemerintahan dinasti Lodi sedang mengalami krisis dan mulai melemah pertahanannya sehingga Babur dengan mudah berhasil mengalahkannya. Dalam upaya menguasai wilayah India, Babur berhasil menaklukkan Punjab tahun 1525. Kemudian pada tahun 1526 dalam pertempuran di Panipat, Babur memperoleh kemenangan sehingga pasukannya memasuki kota Delhi untuk menegakkan pemerintahan di kota ini. Dengan ditegakkannya pemerintahan Babur di kota Delhi, maka berdirilah kerajaan Mughal di India pada tahun 1526. Sudah tentu pihak musuh terutama dari kalangan Hindu yang tidak menyetujui berdirinya kerajaan Mughal segera menysun kekuatan gabungan. Namun Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu pertempuran. Sementara itu dinasti Lodi berusaha bangkit kembali menentang pemerintahan Babur dengan pimpinan Muhammad Lodi. Pada pertempuran di dekat Gogra, Babur dapat menumpas kekuatan Lodi pada tahun 1529. Setahun kemudian Babur meninggal dunia.

 Masa kepemimpinannnya digunakan untuk membangun fondasi pemerintahan. Awal kepemimpinannya, Babur masih menghadapi ancaman pihak-pihak musuh, utamanya dari kalangan Hindu yang tidak menyukai berdirinya Kerajaan Mughal. Orang-orang Hindu ini segera menyusun kekuatan gabungan, namun Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu pertempuran. 

Humayun (1530 - 1556)


Masa pemerintahan humayun diwarnai perang dan pemberontakan. Pada sembilan tahun pertama kekuasaannya, Humayun antara lain harus menghadapi pemberontakan Bahadur Syah dari Gujarat yang hendak memisahkan diri dari Delhi. Pemberontakan ini bisa dipadamkan dan Bahadur melarikan diri. Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan, seorang penguasa dari Afghan, di Kanauj. Humayun mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Kandahar, dilanjutkan ke Persia.
Di Persia, Humayun diterima dan ditampung oleh Shah Tahmasp dari Dinasti Safawi. Bahkan Sultan ini membantu Humayun untuk membangun kembali kekuatan dan memberinya bantuan pasukan militer sebanyak 12 ribu personil. saat Humayun menyerang Delhi pada tahun 1555 M. Serangan ini berhasil dan Humayun kembali menguasai Delhi dan memerintah sampai satu tahun berikutnya. Pada tahun 1556, Humayun meninggal dan tahtanya diwariskan kepada anaknya, Jalaluddin Muhammad Akbar.
Pada masa pemerintahan Humayun ini tidak terjadi perluasan wilayah Dinasi Mughal. Bahkan, sebagaimana disampaikan sebelumnya, wilayah Dinasti ini berhasil direbut oleh Sher Khan dari Afghanistan. Ketidakstabilan ini antara lain disebabkan oleh kerajaan yang diwariskan Babur, usianya masih muda sehingga belum benar-benar stabil. Selain itu, terjadi pembagian kekuasaan antara Humayun  dan adik-adiknya karena Humayun dapat wasiat dari Babur untuk memperlakukan adik-adiknya dengan kasih sayang.
Akbar (1556 - 1605)
   

      Nah, mulai dari sinilah kita mulai kajian kita mengenai raja Jalaludin Akbar yang sangat kontroversional, saya akan menjelaskan kisahnya secara gamblang, saya persilahkan kepada para pembaca untuk bisa mengambil kesimpulan sendiri, beberapa hal yang sangat terlihat menympang akan saya berikan tanda TEBAL. Masa pemerintahan Akbar bisa dikatakan sebagai masa keemasan Dinasti Mughal. Pada masa ini terjadi perluasan wilayah hingga ke Chundar, Ghond, Chitor, Rantabar, Surat, Behar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilghard, Narhala, Alamghar, dan Asirghar. Pemerintahannya bercorak militer. Bahkan pejabat sipilpun diberi pangkat militer. Pemerintah daerah dipegang oleh seorang shipar jalar jenderal atau kepala komandan dan sub-distrik oleh fauj dar (komandan).
        Hal yang menarik diikuti adalah perubahan orientasi pemikiran dan praktek kekuasaan Akbar yang terkait dengan agama. Pada masa awal kekuasaannya, Akbar adalah seorang Muslim ortodoks yang takwa. Dia menunaikan shalat lima waktu dalam berjamaah, sering melakukan adzan, dan kadangkala dia sendiri yang membersihkan masjid. Dia sangat menghormati Makhdum-ul Mulk dan Syekh Abdul Nabi, dua orang pejabat agama di istana. Bahkan dia menyerahkan putranya, Pangeran Salim yang kelak akan menggantikannya dengan gelar Jahangir, kepada Syekh Abdul Nabi untuk dididik. Bukti lainnya adalah penghormatan Akbar kepada Khwaja Muinuddin, seorang sufi besar aliran Chistiyyah yang makamnya di Ajmer merupakan objek penghormatan masyarakat. Akbar rutin mengunjungi makam tersebut.
Akbar kemudian membangun ibadat khana, rumah ibadah yang digunakan untuk diskusi agama. Tapi justru dari ibadat khana inilah kekecewaan Akbar terhadap para ulama ortodoks bermula. Akbar kerap melihat perdebatan di antara para ulama yang saling memojokkan. Masing-masing menganggap pendapatnyalah yang paling benar. Perdebatan ini juga melibatkan dua pejabat keagamaan istana, yaitu Makhdum-ul Mulk dan Syekh Abdul Nabi. Keduanya kerap terlibat perdebatan keras seputar masalah-masalah agama. Kekecewaan Akbar memuncak terutama setelah Syekh Abdul Nabi sebagai sadr-ul sudur menjatuhkan hukuman mati kepada seorang Brahmana yang didakwa mengambil material untuk membangun masjid dan mencaci Nabi Muhammad SAW. Akbar dan juga sebagian besar pejabat istana mengkritik vonis tersebut dan menganggapnya terlalu berat.
Kekuasaan Akbar dalam memutuskan hal-hal yang terkait dengan agama memang terbatas. Kekuasaan tersebut ada di tangan sadr-ul sudur. Hal ini makin membuat Akbar gerah sehingga dia bercerita kepada Syekh Mubarak, seorang ulama berpikiran bebas yang juga ayah dari Abu Fazl, seorang penulis dan pejabat istana. Lalu Syekh Mubarak menyampaikan bahwa menurut undang-undang Islam, jika ada pertikaian pendapat antara ahli hukum, maka kepala pemerintahan berhak memilih salah satu pendapat. Lebih jauh, Syekh Mubarak menyusun sebuah dokumen yang intinya pernyataan dukungan para ulama kepada Akbar untuk mengambil keputusan dalam bidang agama asal demi kepentingan bangsa dan sesuai beberapa ayat dalam Al-quran.
Dokumen ini kemudian menjadi faktor utama Akbar memproklamirkan diri sebagai Imam Adil yang berhak memutus semua perkara termasuk soal agama. Sayangnya Akbar melupakan dua syarat, yakni demi kepentingan bangsa dan sesuai beberapa ayat dalam Al-quran, yang tercantum dalam dokumen tersebut. Ibadat khana kemudian tidak hanya dihadiri oleh ulama-ulama Islam tetapi juga pemuka agama Hindu, Syikh, bahkan misionaris Kristen dari Goa. Kebijakan Akbar menjadi sangat toleran, bahkan dalam beberapa hal menyudutkan kaum Muslim. Akbar memberlakukan semua warga negara sama tanpa dipandang agamanya. Jizyah atau pajak perlindungan bagi non-Muslim pun dihapuskan. Beberapa kebijakan lain dari Akbar adalah:
  1. Memberikan pelayanan dan pendidikan yang sama bagi masyarakat.
  2. Membentuk undang-undang perkawinan baru yang melarang kawin muda, poligami, dan menggalakkan kawin campur antaragama.
  3. Menghapuskan pajak pertanian terutama bagi petani miskin.
  4. Menghapuskan tradisi perbudakan yang dihasilkan dari tawanan perang dan mengatur khitanan anak-anak.
Pada perkembangan berikutnya, Akbar membuat sebuah perkumpulan yang disebut Din-i-Illahi yang artinya kurang lebih Agama Ketuhanan. Nama ini menurut versi Badauni. Sementara menurut Abu Fazl, perkumpulan ini bernama Tauhid Illahi yang artinya kurang lebih ketuhanan Yang Maha Esa. Ciri-ciri penting perkumpulan ini adalah:
  1. Percaya pada keesaan Tuhan.
  2. Akbar sebagai khalifah Tuhan dan seorang padash (insan kamil) sehingga terhindar dari kesalahan.
  3. Semua pemimpin agama harus tunduk dan sujud kepada Akbar.
  4. Sebagai manusia padash, ia pantang makan daging.
  5. Menghormati api dan matahari sebagai simbol kehidupan.
  6. Hari Ahad sebagai hari resmi ibadah.
  7. ‘Assalamu alaikum’ diganti ‘Allahu Akbar’ dan alaikum salam diganti ‘Jalla jalalah’.

Kaum ulama ortodoks bereaksi keras terhadap kebijakan Akbar, terutama terkait dengan perkumpulan Din-i-Illahi yang dibuatnya. Beberapa pemberontakan, yakni Bihar, Benggala, dan Kabul antara lain juga dipicu oleh hal ini. Beberapa penulis/sejarawan, seperti Badauni dan Smith, kemudian menganggap bahwa Akbar telah keluar dari agama Islam dan mendirikan agama baru, yakni Din-i-Illahi. Namun beberapa sejarawan menyampaikan bahwa Akbar masih Muslim berdasarkan kesaksian dari Abu Fazl, Jahangir, dan Monseratte, seorang misionaris Kristen yang berupaya mengkonversi Akbar. Adapun tentang Din-i-Illahi, menurut Umar Asasuddin Sokah, hanya merupakan upaya Akbar untuk menyatukan umat berbagai agama di wilayah kekuasaannya. Lebih jauh, Sokah menganalogikan Din-i-Illahi seperti pancasila di negeri ini. Namun, bagi saya apa yang dilakukan oleh Akbar ini sudah sangat jelas menyimpang dari ajaran Agama Islam yang sebenarnya, ia telah mencampur adukan berbagai macam agama menjadi satu yang ia sebut sebagai Din-i-Illahi. Disamping itu ia juga memerintahkan para pemimpin agama (setara Ulama) untuk tunduk dan sujud kepadanya yang mana sekelas Rasulullah SAW pun saja tidak pernah meminta umatnya untuk melakukan itu kepadanya. Tidak perduli seberapa besar kekuasaannya dan seberapa dihormatinya seorang raja, apabila ia telah keluar dari jalan Islam maka ia harus di peringatkan, apabila ia tetap mengingkarinya maka ia wajib untuk di tinggalkan atau di perangi.
Perang pemikiran dan Kontroversi di dalam kisah Jodha Akbar


Nah, sebenarnya bagaimana kontroversi sejarah Jodha dan Akbar ini? Berikut beberapa ulasan yang diulas dari berbagai sumber.Walau film ini termasuk box office India, namun sebenarnya serial Jodha Akbar ini merupakan sinema yang cukup kontroversial. Sejak pertama kali ditayangkan, Jodha Akbar sudah diprotes banyak kalangan di negeri asalnya, salah satunya adalah komunitas Shri Rajput Karni Sena (SRKS). Namun sayang, meski sudah melakukan demo di sana-sini, serial ini tetap ditayangkan dan malah mendapatkan rating yang cukup tinggi
Hal inilah yang akhirnya membuat SRKS berang dan kemudian menggelar demo ulang. Kalau sebelumnya mereka hanya berorasi, kali ini demonstrasi yang mereka lakukan lebih ekstrim."Kami sudah berkali-kali meminta kepada produser dan stasiun televisi untuk mengubah jalan cerita. Bahkan Ekta Kapoor sudah beberapa kali berjanji akan mengubah apa yang kami minta. Tapi, sampai detik ini, tidak ada yang berubah," ujar salah seorang perwakilan dari SRKS

Berdasarkan beberapa artikel, akurasi sejarah dalam film Jodha Akbar memang patut dipertanyakan. Ada pendapat menyebutkan bahwa banyak peristiwa yang digambarkan dalam film ini tidak didasarkan pada peristiwa nyata. Kelompok Rajput misalnya mengklaim bahwa Jodhaa menikah bukan dengan Akbar, tapi dengan putra Akbar, Jahangir.
Beberapa sejarawan mengklaim bahwa istri Akbar dari Rajput tidak pernah dikenal sebagai "Jodha Bai" selama periode Mughal. Menurut Profesor Shirin Moosvi, seorang sejarawan dari Aligarh Muslim University, baik Akbarnama (Panggilan Akbar sebagaimana disebut dalam biografinya), maupun teks sejarah dari periode merujuk padanya sebagai Jodha Bai.

Moosvi mencatat bahwa nama " Jodha Bai "pertama kali digunakan untuk merujuk kepada istri Akbar pada abad ke-18 dan ke-19 dalam tulisan-tulisan sejarah. Dalam Tuzk-e-Jahangiri, Jodha justru dikenal sebagai Mariam Zamani.
Menurut sejarawan Imtiaz Ahmad, direktur Khuda Baksh Oriental Public Library di Patna, nama "Jodha" digunakan untuk istri Akbar untuk pertama kalinya oleh Letnan Kolonel James Tod, dalam bukunya  Annals and Antiquities of Rajasthan. Menurut Ahmad, Tod bukan sejarawan profesional.

NR Farooqi mengklaim bahwa Jodha Bai bukan nama permaisuri Akbar dari Rajput, tapi justru merupakan istri Jahangir putra Akbar.

4 Perang Pemikiran dalam film Jodha Akbar

1. Pernikahan beda Agama
    Melalui kisah dan film ini fikiran umat islam dibentuk untuk terbiasa menyaksikan pernikahan beda Agama. Padahal dalam islam, laki-laki muslim hanya halal menikah dengan wanita muslimah dan ahli kitab. Ahli kitab yang dimaksud ini adalah yahudi dan nasrani pun masih diperselisihkan oleh para ulama, apakah yahudi dan nasrani pada zaman ini masih tergolong sebagai ahli kitab.

    Seperti diketahui, dalam film Jodha Akbar, Raja Jalal yang berasal dari keturunan Muslim menikah dengan Jodha yang beragama Hindu. Dan mereka berdualah tokoh utama dalam film tersebut, Jika pun nantinya di akhir film tersebut Jodha masuk Islam, itu adalah persoalan lain.

2. Muslimah Jahat
    Dalam film Jodha Akbar, Jodha tampil sebagai seorang wanita yang lembut dan baik hati, sementara istri Raja Jalal yang lain terutama Ratu Ruqayah tampil sebagi seorang muslimah yang pendendam. Belum para wanita-wanita muslimah lainnya yang tak jauh dari intrik dan kesan jahat.

    Secara tak sadar, tampilan karakter seperti ini bisa meracuni pemikiran penonton dengan hanya memasukan dua sosok dalam perbandingan: Muslimah jahat dan non muslim baik hati.

3. Jilbab Syar'i tidak terpuji
    Secara tampilan pakaian, perdana mentri Maham Anga tampak paling Islami dengan balutan jubah putih dan berjilbab menutup aurat. Namun, ia selalu memiliki karakter tak terpuji, licik, penuh intrik, dan sangat jahat.

    Dengan peran paradoks seperti itu, pikiran penonton bisa terbentuk bahwa orang berjilbab hatinya jahat. Atau setidaknya akan muncul kesimpulan perbandingan: Lebih baik tidak berjilbab tapi hatinya baik daripada berjilbab tapi hatinya jahat.

4. Cerita Palsu Menyudutkan Islam
    Walaupun ditulis sebagai cerita fiktif di akhir film, banyak orang yang terpengaruh dan menganggap bahwa yang teradi di film Jodha Akbar semuanya diangkat dari sejarah atau kisah nyata. Padahal banyak cerita palsu di dalam film tersebut, meskipun kerajaan mughal tidak sepenuhnya Islami, tetapi gambaran dalam film Jodha Akbar terlalu menyudutkan Islam

Meskipun demikian penyimpangan yang ada pada diri Raja Mughal Jalaludin Akbar dan juga Kontroversi sejarah tentang Jodha Bei, harus kita akui bahwa kerajaan Mughal pernah memberikan kontribusinya didalam menyebarkan Agama Islam di benua India, sekali lagi kita harus bangga dengan Agama Islam yang telah membentuk umat manusia yang tadinya berada didalam ke-jahiliyah-an menjadi maju selangkah demi selangkah, menyinari dunia yang tadinya gelap gulita menjadi terang benderang.

"Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (QS. At-Taubah [9] : 32)"

Peninggalan Kerajaan Mughal


Istana Merah, Istana kerajaan Mughal


Pintu Masuk Jaipur


Humayun Tomb


Taj Mahal

Benteng Agra

19 comments:

  1. Assalamualaikum
    Maaf saya berpendapat sangat berbeda apalagi dibagian maham anga Severus bukan seperti itu tapi dalam Film jodha akbar bisa kita lihat sisi baik dari setiap orang, gak semuanya yg berbeda agama hrs mnjtuhkan satu sama lain. Tapi dri kisah jodha Akbar, niat Raja jalaludin akbar itu ingin kerjaan mughal dan rajput damai dan tidak Ada perselisihan. Lalu soal peran ratu rukayah, maham anga sbeenrnya bukan untuk membuat penonton itu terhasut tetapi justru mencontohkan bahwa setiap orang jangan pernah Melihat dari segi penampilan dan agama. Pada intinya balik lagi pada diri kita masing2!!! Wasallamualaikum

    ReplyDelete
  2. Menurut saya ini ada kesalah pahaman dengan adanya Film jodha akbar. Sebenernya saya kurang sependapat dengan and!!!

    ReplyDelete
  3. Kurang sependapat!!! Bnyk yg ingin saya beberkan tpi saya tak mau debat

    ReplyDelete
  4. Saya sangat sependapat dengan penulis.oleh karena itu pentingnya kita mengilmui agama kita sendiri, pelajari Alqur'an dan hadits maka kita tidak akan mudah tertipu oleh intrik apapun sekalipun dikemas dlm film.hanya orang yg lemah pemikiran yg mau terpengaruh dengan ini. Intinya islam di awal itulah yg harus benar2 menjadi panutan kita

    ReplyDelete
  5. Kalo mau nonton film2 berbau sejarah alangkah baiknya tau sejarah aslinya dulu, biar gak gampang masuk mentah2 info atau penayangan dr film yg kita tonton. 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. mantap...benar sekali...segala yg berbau entertainment palagi berhdapn dgn kyakinan yg berbeda...mustahil bisa obyektif...

      Delete
  6. gak usah ngomongin kejelekan orang lain,perbaiki aja dulu diri dan fikir.

    ReplyDelete
  7. saya amat sangat setuju dengan penulis..
    baarokallahu fiika...

    ReplyDelete
  8. Fahami setiap tayangan entertainment. Ambil baiknya, buang buruknya. Gitu aja kok repot

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini masalah mendidik,mgkin bagi yg sudah punya filter g da masalah, cuma apakah bisa semua org memiliki pemahaman seperti saudara, yg ada hanyalah doktrin

      Delete
  9. Saya telah menuliskan sejarahnya secara gamblang, selebihnya silahkan teman-teman fahami sendiri.

    ReplyDelete
  10. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  11. media itu sihirnya org kafir, jgn telan mentah, apalagi penyimpangan terjadi gara2 buku kolonel Tod..
    terimakasih atas tulisannya, mudah2n yg nonton filemnya juga baca tulisan ini

    ReplyDelete
  12. antara..syariat dan kebudayaan,memang susah di satukan.di situlah Allah SWT menciptakan manusia berbeda beda.untuk saling melengkapi,pasti ada fositif dan negatif.ambil hikmah dari sejarah,..
    pegang teguh tauhid dlm hati kita.
    adapun di film cukup sebagai hiburan dan semoga menjadi pelajaran..🙏

    ReplyDelete
  13. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillaah,,, Baarokallaah utk penulis dn jg yg membacany, Smg Allah selalu menuntun kita ke jln yg benar

    ReplyDelete
  15. Saya pribadi menikmati film melihat asiknya aja
    Tapi saya pribadi udh yakin itu banyak palsu jalan ceritanya

    Secara aja kita tau banget India benci sama Islam... dr. Zakir Naik aja kabur
    Jadi kalo bisa apa aja yg bikin jelek islam 😑

    ReplyDelete