Bissmillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum WrWb
Jika kita berbicara tentang hal-hal hebat kira-kira apa yang ada di benak
kita? mungkin super hero? atau mungkin negara hebat? atau mungkin ibu kita?
Mungkin memang yang paling dekat dengan kata hebat adalah seorang ibu. Yang
mampu melakukan segala hal bahkan melebihi seorang ayah. Memang, di balik
kelemah lembutan seorang wanita, ternyata menyimpan banyak rahasia hebat di
belakangnya. Inilah kisah para wanita-wanita hebat sepanjang zaman yang wajib
kita ketahui. Namun tentunya tidak akan mampu Blog ini untuk mencatat semua
wanita-wanita hebat ini, karena keagungan wanita Islam tidak akan pernah ada
habisnya.
1. Aisyah Ra
Ia adalah Aisyah binti Abu Bakar Siddiq lahir di Makkah 614 M, delapan tahun
sebelum Hijjrah. Ibu beliau bernama Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdi
Syams bin Kinanah. Rasulullah SAW menikahi Aisyah dalam sebuah ikatan suci dua
tahun sebelum Hijjrah, saat itu Aisyah berumur enam tahun yang mengukuhkan
namanya menjadi Ummul Mu'minin (Ibunya orang beriman). Aisyah menceritakan, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahiku pasca meninggalnya Khadijah sedang aku
masih berumur enam tahun, dan aku dipertemukan dengan Beliau tatkala aku
berumur sembilan tahun. Para wanita datang kepadaku padahal aku sedang asyik
bermain ayunan dan rambutku terurai panjang, lalu mereka menghiasiku dan
mempertemukan aku dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Lihat Abu Dawud: 9435). Kemudian biduk rumah tangga itu berlangsung dalam suka
dan duka selama 8 tahun 5 bulan, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam meninggal dunia pada tahun 11 H. Sedang Aisyah baru berumur
18 tahun.
Aisyah adalah seorang wanita berparas cantik berkulit putih, sebab itulah ia
sering dipanggil dengan “Humaira”. Selain cantik, ia juga dikenal
sebagai seorang wanita cerdas yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mempersiapkannya untuk menjaid pendamping Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam mengemban amanah risalah yang akan menjadi
penyejuk mata dan pelipur lara bagi diri beliau. Suatu hari Jibril
memperlihatkan (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)
gambar Aisyah pada secarik kain sutra berwarna hijau sembari mengatakan, “Ia
adalah calon istrimu kelak, di dunia dan di akhirat.” (HR. At-Tirmidzi (3880),
lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3041)
Selain menjadi seorang pendamping setiap yang selalu siap memberi dorongan dan
motivasi kepada suami tercinta di tengah beratnya medan dakwah dan permusuhan
dari kaumnya, Aisyah juga tampil menjadi seorang penuntut ilmu yang senantiasa
belajar dalam madrasah nubuwwah di mana beliau menimba ilmu langsung dari
sumbernya. Beliau tercatat termasuk orang yang banyak meriwayatkan hadits dan
memiliki keunggulan dalam berbagai cabang ilmu di antaranya ilmu fikih,
kesehatan, dan syair Arab. Setidaknya sebanyak 1.210 hadits yang beliau
riwayatkan telah disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim dan 174 hadits yang
hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari serta 54 hadits yang hanya diriwayatkan
oleh Imam Muslim. Sehingga pembesar para sahabat kibar tatkala mereka
mendapatkan permasalahan mereka datang dan merujuk kepada Ibunda Aisyah.
KEDUDUKAN AISYAH
DI SISI RASULULLAH
Suatu hari orang-orang
Habasyah masuk masjid dan menunjukkan atraksi permainan di dalam masjid, lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Aisyah,
“Wahai Humaira, apakah engkau mau melihat mereka?” Aisyah menjawab, “Iya.” Maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu,
lalu aku datang dan aku letakkan daguku pada pundak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan aku tempelkan wajahku pada pipi beliau.” Lalu ia
mengatakan, “Di antara perkataan mereka tatkala itu adalah, ‘Abul Qasim adalah
seorang yang baik’.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Ia menjawab: “Jangan terburu-buru wahai
Rasulullah.” Maka beliau pun tetap berdiri. Lalu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengulangi lagi pertanyaannya, “Apakah sudah cukup
wahai Aisyah?” Namun, Aisyah tetap menjawab, “Jangan terburu-buru wahai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aisyah mengatakan,
“Sebenarnya bukan karena aku senang melihat permainan mereka, tetapi aku hanya
ingin memperlihatkan kepada para wanita bagaimana kedudukan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam terhadapku dan kedudukanku terhadapnya.” (HR.
An-Nasa’i (5/307), lihat Ash Shahihah (3277)
KEUTAMAAN-KEUTAMAAN
AISYAH
Banyak sekali keutamaan
yang dimiliki oleh Ibunda Aisyah, sampai-sampai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengatakan dalam sabdanya:
“Orang yang mulia dari
kalangan laki-laki banyak, namun yang mulia dari kalangan wanita hanyalah
Maryam binti Imron dan Asiyah istri Fir’aun, dan keutamaan Aisyah atas semua
wanita sepeerti keutamaan tsarid atas segala makanan.” (HR. Bukhari
(5/2067) dan Muslim (2431)
Beberapa kemuliaan itu
di antaranya:
Pertama: Beliau adalah satu-satunya istri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang dinikahi tatkala gadis, berbeda dengan
istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain
karena mereka dinikahi tatkala janda.
Aisyah sendiri pernah
mengatakan, “Aku telah diberi sembilan perkara yang tidak diberikan kepada
seorang pun setelah Maryam. Jibril telah menunjukkan gambarku tatkala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintah untuk
menikahiku, beliau menikahiku tatkala aku masih gadis dan tidaklah beliau
menikahi seorang gadis kecuali diriku, beliau meninggal dunia sedang kepalanya
berada dalam dekapanku serta beliau dikuburkan di rumahku, para malaikat
menaungi rumahku, Al-Quran turun sedang aku dan beliau berada dalam satu
selimut, aku adalah putri kekasih dan sahabat terdekatnhya, pembelaan
kesucianku turun dari atas langit, aku dilhairkan dari dua orang tua yang baik,
aku dijanjikan dengna ampunan dan rezeki yang mulia.” (Lihat al-Hujjah Fi Bayan
Mahajjah (2/398))
Kedua: Beliau adalah
orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari kalangan wanita.
Suatu ketika Amr bin
al-Ash bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau
menjawab, “Aisyah.” “Dari kalangan laki-laki?” tanya Amr.
Beliau menjawab, “Bapaknya.” (HR. Bukhari (3662) dan Muslim (2384))
Maka pantaskah kita
membenci apalagi mencela orang yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam?!! Mencela Aisyah berarti mencela, menyakiti hati, dan
mencoreng kehormatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Na’udzubillah.
Ketiga: Aisyah adalah
wanita yang paling alim daripada wanita lainnya.
Berkata az-Zuhri,
“Apabila ilmu Aisyah dikumpulkan dengna ilmu seluruh para wanita lain, maka
ilmu Aisyah lebih utama.” (Lihat Al-Mustadrak Imam Hakim (4/11))
Berkata Atha’, “Aisyah
adalah wanita yang paling faqih dan pendapat-pendapatnya adalah pendapat yang
paling membawa kemaslahatan untuk umum.” (Lihat al-Mustadrok Imam Hakim (4/11))
Berkata Ibnu Abdil Barr,
“Aisyah adalah satu-satunya wanita di zamannya yang memiliki kelebihan dalam
tiga bidang ilmu: ilmu fiqih, ilmu kesehetan, dan ilmu syair.”
Keempat: Para pembesar
sahabat apabila menjumpai ketidakpahaman dalam masalah agama, maka mereka
datang kepada Aisyah dan menanyakannya hingga Aisyah menyebutkan jawabannya.
Berkata Abu Musa
al-Asy’ari, “Tidaklah kami kebingungan tentang suatu hadits lalu kami bertanya
kepada Aisyah, kecuali kami mendapatkan jawaban dari sisinya.” (Lihat Shahih
Sunan at-Tirmidzi (3044))
Kelima: Tatkala
istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pilihan
untuk tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengna
kehidupan apa adanya, atau diceraikan dan akan mendapatkan dunia, maka Aisyah
adalah orang pertama yang menyatakan tetap bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bagaimanapun kondisi beliau sehingga istri-istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain mengikuti
pilihan-pilihannya.
Keenam: Syari’at tayammum
disyari’atkan karena sebab beliau, yaitu tatkala manusia mencarikan kalungnya
yang hilang di suatu tempat hingga datang waktu Shalat namun mereka tidak
menjumpai air hingga disyari’atkanlah tayammum.
Berkata Usaid bin
Khudair, “Itu adalah awal keberkahan bagi kalian wahai keluarga Abu Bakr.” (HR.
Bukhari (334))
Ketujuh: Aisyah adalah
wanita yang dibela kesuciannya dari langit ketujuh.
Prahara tuduhan zina
yang dilontarkan orang-orang munafik untuk menjatuhkan martabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lewat istri beliau telah tumbang dengan turunnya 16
ayat secara berurutan yang akan senantiasa dibaca hingga hari kiamat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mempersaksikan kesucian Aisyah dan
menjanjikannya dengan ampunan dan rezeki yang baik.
Namun, karena
ketawadhu’annya (kerendahan hatinya), Aisyah mengatakan, “Sesungguhnya perkara
yang menimpaku atas diriku itu lebih hina bila sampai Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman tetnangku melalui wahyu yang akan senantiasa
dibaca.” (HR. Bukhari (4141))
Oleh karenanya, apabila
Masruq meriwayatkan hadits dari Aisyah, beliau selalu mengatakan, “Telah
bercerita kepadaku Shiddiqoh binti Shiddiq, wanita yang suci dan disucikan.”
Kedelapan: Barang siapa yang
menuduh beliau telah berzina maka dia kafir, karena Al-Quran telah turun dan
menyucikan dirinya, berbeda dengan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang lain.
Kesembilan: Dengan sebab
beliau Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan hukuman cambuk
bagi orang yang menuduh wanita muhShanat (yang menjaga diri) berzina, tanpa
bukti yang dibenarkan syari’at.
Kesepuluh: Tatkala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, Beliau memilih
tinggal di rumah Aisyah dan akhirnya Beliau pun meninggal dunia dalam dekapan Aisyah.
Berkata Abu Wafa’ Ibnu
Aqil, “Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih
untuk tinggal di rumah Aisyah tatkala sakit dan memilih bapaknya (Abu Bakr)
untuk menggantikannya mengimami manusia, namun mengapa keutamaan agung semacam
ini bisa terlupakan oleh hati orang-orang Rafidhah padahal hampir-hampir saja
keutamaan ini tidak luput sampaipun oleh binatang, bagaimana dengan mereka…?!!”
Aisyah meninggal dunia
di Madinah malam selasa tanggal 17 Ramadhan 57 H, pada masa pemerintahan
Muawiyah, di usianya yang ke 65 tahun, setelah berwasiat untuk dishalati oleh
Abu Hurairah dan dikuburkan di pekuburan Baqi pada malam itu juga. Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai Aisyah dan menempatkan
beliau pada kedudukan yang tinggi di sisi Rabb-Nya. Aamiin.
Ialah Nusaibah binti
Ka'ab atau yang dikenal dengan nama Ummu Umara (Ibunya para pemimpin). Ibunya
bernama Rabbab bin Abdullah bin Habib. Nusaibah menikah dengan Zaid bin
Asim. Dari pernikahannya, ia memiliki dua orang anak yaitu Abdullah dan Habib.
Pada suatu hari, Zaid pulang dengan gembira. Zaid bercerita, bahwa ia baru saja
mendengar kabar dari Mush'ab bin Umair, seorang penduduk Mekkah utusan Muhammad
bin Abdullah, tentang hadirnya seorang Rasul di kalangan kaum quraiys. Ia
bercerita tentang Muhammad saw, sang Rasul yang tetap tegar berda'wah walaupun
dimusuhi kaumnya. Muhammad juga tidak tergiur dengan harta dan kedudukan yang
ditawarkan kepadanya.
Cerita itu sangat menyentuh hati Zaid.Kemudian Zaid berkata,"Demi
Allah, saya tidak hanya heran mendengar cerita itu, tetapi saya beriman dan
bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah.
Andaikata kedua telingamu mendengarkan cerita Mush'ab tentang Muhammad dan
da'wahnya, niscaya engkau tidak akan mengingkarinya".
Mendengar perkataan suaminya, hati Nusaibah tergerak. Kemudian dengan penuh
keharuan ia berkata : "Saya beriman kepada Allah sebagai ilah dan Muhammad
sebagai nabi." Kemudian keduanya berjanji untuk melakukan bai'at pada
musim haji yang akan tiba beberapa saat kemudian. Saat musim haji tiba,
rombongan dari Madinah datang ke Mekkah. Mereka kemudian dipertemukan oleh
Mush'ab dengan Rasulullah dan melakukan bai'at. Nusaibah dan suaminya termasuk
orang yang ikut berbai'at kepada Nabi dalam keheningan malam di Aqabah. Setelah
peristiwa itu, Nusaibah dan suaminya beserta rombongan dari Madinah kembali
pulang.
Beberapa saat kemudian, Rasulullah berhijrah ke Madinah dan menjadikan
Madinah sebagai pusat da'wah dan pemerintahan. Nusaibah, suami dan kedua
putranya adalah orang-orang yang senantiasa istiqomah dengan keimanan mereka
dan membantu da'wah Rasulullah.
Saat Perang Badar, Abdullah putranya ikut berjuang dengan gagah berani
menegakkan panji-panji Islam sampai umat Islam mendapat kemenangan. Tak lama
setelah kembalinya pasukan dari Perang badar, Zaid meninggal dunia. Nusaibah
kemudian dilamar oleh Ghaziyah bin Amr. Dari pernikahannya dengan Ghaziyah,
Nusaibah mempunyai dua orang anak yaitu Tamim dan Khawlah. Kesibukan Nusaibah
mengurus rumah tangga, suami dan anak-anaknya tidak membuatnya mengurangi
perannya dalam da'wah dan perjuangan umat Islam.
Nusaibah bersama suami dan putra-putranya pun ikut dalam berbagai peristiwa
penting, seperti Perang Uhud, Peristiwa Hudaybiah, Perang Khaibar, Perang
Hunain dan Perang Yamamah. Dalam berbagai pertempuran itu, Nusaibah tidak hanya
membantu mengurus logistik dan merawat orang-orang yang terluka. Lebih dari
itu, ia juga terjun ke medan perang dan mengangkat senjata untuk melindungi
Rasulullah saw hingga Nusaibah terkenal dengan julukan 'Sang Perisai Rasulullah
SAW'.
Waktu perang Uhud, Nusaibah keluar memberi minum kepada pasukan Muslimin
yang kehausan dan merawat mereka yang mendapat luka. Dan ketika tentera Islam
terlalaikan oleh ghanimah yang ditinggalkan musuh lalu terdesak dan lari dari
medan perang hingga cuma ada seratus orang saja yang bertahan,Nusaibah pun
menjadi salah seorang yang menghunuskan pedang serta memakai perisai untuk
melindungi Rasulullah dari sasaran musuh. Nusaibah saat itu berperang dengan
gagah berani di sisi Rasulullah dan melindungi beliau. Nusaibah tetap siaga,
lincah bergerak ke sana ke mari bersama puteranya. Bahkan dikatakan sampai para
sahabat Rasul SAW malu menyadari bahwa mereka kalah tegar, kalah gagah dan
kalah perkasa pada waktu itu bila dibandingkan beliau yang perempuan! Masya
Allah!
Pada perang ini Nusaibah menderita dua belas luka pada tubuhnya dengan luka
paling parah di bagian lehernya. Kesungguhan Nusaibah melindungi Rasulullah
begitu hebat, hingga Rasulullah berkata, “Aku tidak menoleh ke kiri dan ke
kanan kecuali melihat Ummu Imarah (Nusaibah) berperang dihadapanku.” Ketika
itu, anaknya Abdullah luka parah ditikam musuh. Dia mengikat luka anaknya lalu
berkata, “Bangun wahai anakku.” Anaknya itu terus bangun dan melawan tentera
musuh.
Rasulullah yang melihat peristiwa itu merasa terharu. “Wahai Ummu Imarah,
siapakah yang mampu berbuat seperti mana yang engkau lakukan?” kata Rasulullah
kepadanya. Ketika tentera musuh yang menikam anaknya itu menghampiri,
Rasulullah berkata kepadanya, “Ini dia orang yang telah melukakan anakmu.”
Nusaibah menghampiri orang itu dan menikam betisnya dengan pedang. “Ya, Ummu
Imarah! Engkau berjaya membalasnya,” kata Rasulullah sambil tersenyum melihat
kesungguhan Nusaibah.
Kemudian, Nusaibah dengan bantuan beberapa tentera Muslimin berjaya
membunuh orang itu. Melihat keadaan ini, Rasulullah berkata, “Segala puji bagi
Allah yang telah menenangkanmu dan menggembirakan hatimu daripada musuhmu serta
memperlihatkan balas dendammu dihadapanmu.” Ketika Perang Uhud ini, Nusaibah
mengalami luka yang banyak, terutamanya di bahagian bahu. Rasulullah memeriksa
lukanya lalu meminta Abdullah, anaknya untuk mengikat luka tersebut sambil
berkata, “Semoga Allah sentiasa memberkati dan merahmati kamu semua.” Nusaibah
mendengar kata-kata Rasulullah itu. “Ya Rasulullah! Mohonlah kepada Allah agar
kami boleh menemanimu di syurga nanti,” kata Nusaibah. Maka Rasulullah pun berdoa,
“Ya Allah! Jadikanlah mereka semua ini penemanku di syurga kelak.” “Aku tidak
akan mengeluh setiap musibah yang menimpa diriku di dunia ini,” kata Nusaibah
sebagai membalas.
Setelah Rasulullah saw meninggal dunia, sebagian kaum muslimin kembali murtad
dan enggan berzakat. Abu Bakar a Ash shiddiq yang menjadi khalifah pada waktu
itu segera membentuk pasukan untuk memerangi mereka. Abu Bakar mengirim surat
kepada Musailamah dan menunjuk Habib sebagai utusannya. Maka bersegeralah Ummu
Imarah mendatangi Abu Bakar dan meminta ijin kepada beliau utk begabung bersama
pasukan yg akan memerangi orang-orang yg murtad dari Islam. Abu Bakar
ash-Shidiq bekata kepadanya “Sungguh aku telah mengakui peranmu di dalam perang
Islam maka berangkatlah dengan nama Allah.” Maka beliau berangkat bersama
putranya yg bernama Hubaib bin Zaid bin Ashim. Di dalam perang ini Ummu Imarah
mendapatkan ujian yg berat. Pada perang tesebut putranya tertawan oleh
Musailamah al-Kadzab dan ia disiksa dengan bebagai macam siksaan agar mau mengakui
kenabian Musailamah al-Kadzab. Akan tetapi bagi putra Ummu imarah yg telah
terbiasa dididik untuk bersabar tatkala berperang dan telah dididik agar cinta
kepada kematian syahid, ia tidak kenal kompromi sekalipun diancam
kematian.
Bahkan ketika Musailamah memerintahkan Habib untuk menyatakan bahwa ia
adalah utusan Allah, Habib menolaknya dengan berpura-pura tuli. Inilah dialog
antara dia dgn Musailamah. Kata Musailamah : "Engkau bersaksi bahwa
Muhammad adalah Rasulullah?". Hubaib berkata : "Ya Musailamah, Engkau
bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah? Aku tidak mendengar apa yg kamu katakan
itu!". Musailamah pun marah dan akhirnya menyiksa Habib dengan memotong
anggota tubuhnya satu persatu sampai syahid.
Meninggalnya Habib tentu saja meninggalkan luka yang dalam di hati
Nusaibah. Ummu Imarahpun ikut serta dalam perang Yamamah besama putranya yg
lain yaitu Abdullah. Beliau bertekad utk dapat membunuh Musailamah dgn
tangannya sebagai balasan bagi Musailamah yg telah membunuh Hubaib. Akan tetapi
takdir Allah menghendaki lain yaitu bahwa yg mampu membunuh adalah putra beliau
yg satunya yaitu Abdullah. Ia membalas Musailamah yg telah membunuh saudara
kandungnya. Tatkala membunuh Musailamah Abdullah bekerja sama dengan Wahsyi bin
Harb.
Tatkala ummu imarah mengetahui kematian al-Kadzdzab maka beliau pun
bersujud syukur kepada Allah. Ummu Imarah pulang dari peperangan dgn membawa
dua belas luka pada tubuhnya setelah kehilangan satu tangannya dan kehilangan
anaknya yg terakhir yaitu Abdullah. Sungguh kaum muslimin pada masanya
mengetahui kedudukan beliau. Beliau wafat beberapa tahun kemudian setelah
peristiwa Perang Yamamah ini.
Sungguh banyak pelajaran yang bisa dipetik dari sosok Nusaibah. Beliau
bukanlah sosok perempuan biasa. Kecintaan beliau pada surga menghantarkannya
menjadi wanita Anshar pertama yang beriman pada Rasulullah, istiqamah berjuang
demi Islam dengan segenap jiwa dan raganya. Sebagai istri, beliau berhasil
mendukung perjuangan suami-suaminya dan menghantarkan mereka pada kesyahidan. Sebagai
ibu, beliau tampil sebagai teladan dan berhasil mencetak generasi terbaik yang
berkontribusi besar pada perjuangan Islam.
Kecerdasan dan ketangguhan beliau nampak dalam setiap aktivitas yang
senantiasa bertarget, dan disiapkan dengan cermat demi mengarah pada tujuan
yang jelas, yakni ditujukan demi keridhaan Allah dan meraih kemenangan Islam.
Beliau tak pernah melewatkan sedikitpun peluang atau kesempatan yang sudah
diberikan Allah untuk mendapatkan pahala, kemuliaan dan syurga firdaus, karena
kesadaran bahwa kesempatan belum tentu datang untuk kedua kalinya.
Beliaupun senantiasa ada di barisan terdepan perjuangan dan seakan tak rela
jika termasuk orang yang tertinggal. Beliau pun seolah tak rela jika
posisi/kesempatan berharga tersebut digantikan oleh orang lain, sehingga nampak
beliau tak pernah memilih atau mengambil bagian yang terringan dari
perjuangan.
Beliau juga bukan perempuan cengeng yang mudah lemah menghadapi situasi
sesulit apapun. Hal ini nampak ketika di Perang Uhud beliau terluka dengan 13
tusukan. Yang saya bayangkan, saat satu demi satu tubuhnya terkena tusukan
senjata musuh itu, tentu beliau merasakan sakit yang amat sangat. Akan tetapi
itu tak menjadikan beliau mundur dari gelanggang peperangan.
Dikatakan bahwa salah satu lukanya sangat parah, yakni luka di bahu/dekat
leher dan memerlukan penyembuhan hingga 1 tahun. Namun pengalamannya ini tak
membuatnya mundur atau kapok untuk berjuang, bahkan sebelum lukanya benar-benar
sembuh, beliau ikut dalam perjuangan-perjuangan lainnya, hingga di perang
Yamamah beliau mendapatkan 11 luka dan lengannya terputus. Subhanallah.
Alangkah besar kecintaannya pada surga, hingga apapun bisa dikalahkannya.
Lantas seberapa besar arti surga bagi kita hingga belum cukup termotivasi untuk
maksimal berjuang demi Islam.
3. Sumayyah
binti Khayyat
Ialah Summayah binti Khayyat, hamba sahaya dari
Abu Hudzaifah bin Mughirah. Beliau dinikahi oleh Yasir, seorang pendatang yang
kemudian menetap di Mekkah, sehingga tak ada kabilah yang dapat membelanya,
menolongnya, dan mencegah kezaliman atas dirinya. Dia hidup sebatang kara,
sehingga posisinya sulit di bawah aturan yang berlaku pada masa jahiliah.
Begitulah Yasir
mendapati dirinya menyerahkan perlindungannya kepada Bani Makhzum. Beliau hidup
dalam kekuasaan Abu Hudzaifah, yang dia dinikahkan dengan budak wanita bernama
Sumayyah, tokoh yang kita bicarakan ini, dan beliau hidup bersamanya serta
tenteram bersamanya. Tidak berselang lama dari pernikahannya, lahirnya anak
mereka berdua yang bernama Ammar dan Ubaidullah.
Tatkala Ammar hampir
menjelang dewasa dan sempurna sebagai seorang laki-laki, beliau mendengar agama
baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah kepada beliau. Berpikirlah
Ammar bin Yasir sebagaimana yang dipikirkan oleh penduduk Mekkah, sehingga
kesungguhan beliau dalam berpikir dan lurusnya fitrah beliau, menggiringnya
untuk memeluk dinul Islam.
Ammar kembali ke rumah
dan menemui kedua orang tuanya dalam keadaan merasakan lezatnya iman yang telah
terpatri dalam jiwanya. Beliau menceritakan kejadian yang beliau alami hingga
pertemuannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
kemudian menawarkan kepada keduanya untuk mengikuti dakwah yang baru tersebut.
Ternyata, Yasir dan Sumayyah menyahut dakwah yang penuh berkah tersebut dan
bahkan mengumumkan keislamannya. Sumayyah pun menjadi orang ketujuh yang masuk
Islam.
Dari sinilah dimulainya
sejarah yang agung bagi Summayah binti Khayyat, yang bertepatan dengan
permulaan dakwah Islam dan sejak fajar terbit untuk yang pertama kalinya.
PENYIKSAAN KAUM
KAFIR QURAISY KEPADA SUMMAYAH BINTI KHAYYAT
Bani Makhzum mengetahui
akan hal itu, karena Ammar dan keluarganya tidak memungkiri bahwa mereka telah
masuk Islam, bahkan mereka mengumumkan keislamannya dengan kuat sehingga
orang-orang kafir tidak menanggapinya melainkan dengan pertentangan dan
permusuhan.
Bani Makhzum segera
menangkap keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan bermacam-macam siksaan agar
mereka keluar dari din mereka, mereka memaksa dengan cara mengeluarkan mereka
ke padang pasir tatkala keadaannya sangat panas dan menyengat. Mereka membuang
Sumayyah ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat panas,
kemudian meletakkan di atas dadanya sebongkah batu yang berat. Akan tetapi,
tiada terdengar rintihan atau pun ratapan, melainkan ucapan, “Ahad … Ahad ….”
Summayah binti Khayyat mengulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang dilakukan
oleh Yasir, Ammar, dan Bilal.
Suatu ketika,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyaksikan keluarga
muslim tersebut yang tengah disiksa dengan kejam, maka beliau menengadahkan ke
langit dan berseru,
صَتْرًاآلَ يَاسِرٍفَإِ
نِّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ
“Bersabarlah, wahai
keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga.”
Summayah binti Khayyat
mendengar seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka
beliau bertambah tegar dan optimis. Dengan kewibawaan imannya, dia
mengulang-ulang dengan berani, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah
dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.”
Begitulah, Summayah
binti Khayyat telah merasakan kelezatan dan manisnya iman sehingga bagi beliau
kematian adalah sesuatu yang remeh dalam rangka memperjuangkan akidahnya.
Hatinya telah dipenuhi kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala, maka dia
menganggap kecil setiap siksaan yang dilakukan oleh para tagut yang zalim; mereka
tidak kuasa menggeser keimanan dan keyakinannya, sekalipun hanya satu langkah
semut.
Tatkala para kaum
Quraisy telah berputus asa mendengar ucapan yang senantiasa diulang-ulang oleh
Summayah binti Khayyat maka musuh Allah Abu Jahal melampiaskan keberangannya
kepada Sumayyah dengan menusukkan tombak yang berada dalam genggamannya kepada
Summayah binti Khayyat. Terbanglah nyawa beliau dari raganya yang beriman dan
suci bersih. Beliau adalah wanita pertama yang syahid dalam Islam. Beliau gugur
setelah memberikan contoh baik dan mulia bagi kita dalam hal keberanian dan
keimanan, beliau telah mengerahkan segala yang beliau miliki dan menganggap
remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah mengorbankan
nyawanya yang mahal, dalam rangka meraih keridhaan Rabbnya. Mendermakan jiwa
adalah puncak tertinggi dari kedermawanan.
4. Al-Khansa
Ialah Khansa binti Amru seorang ibu yang
telah berhasil mendidik anak-anaknya menjadi seorang kesatria tangguh, yang
telah berhasil menancapkan keimanan didalam hati anak-anaknya melebihi apapun
hingga tiada sedikitpun celah kecuali telah disinari oeh cahaya kebenaran.
Ialah Khansa bin Amru ibunda para Syuhada. Ia dilahirkan pada zaman
jahiliyah dan tumbuh besar di tengah suku bangsa Arab mulia, yaitu Bani Mudhar.
Sehingga banyak sifat mulia yang terdapat dalam dirinya.
Ia adalah seorang yang fasih, mulia, murah hati, tenang, pemberani, tegas,
tak kenal pura-pura dan suka berterus terang. Selain keutamaan itu, ia pun
pandai bersyair. Ia terkenal dengan syair-syairnya yang berisi kenangan kepada
orang-orang tercinta yang telah tiada. Terutama kepada kedua orang saudara
lelakinya, yaitu Muawiyah dan Sakhr yang telah meninggal dunia.
Khansa sering bersyair tentang kedua saudaranya itu sehingga ia ditegur oleh Umar
bin Khathab. Umar pernah bertanya kepada Khansa, "Mengapa matamu
bengkak-bengkak?"
"Karena aku terlalu banyak menangisi pejuang-pejuang Mudhar yang
terdahulu," jawab Khansa.
Umar berkata, "Wahai Khansa, mereka semua ahli neraka."
"Justru itulah yang membuatku lebih kecewa dan sedih lagi. Dahulu aku
menangisi Sakhr atas kehidupannya, sekarang aku menangisinya karena ia ahli
neraka."
Khansa menikah dengan Rawahah bin Abdul Azis As-Sulami. Dari pernikahan itu ia
mendapatkan empat orang anak laki-laki. Melalui pembinaan dan pendidikan
tangannya yang dingin, keempat anak lelakinya ini tumbuh menjadi
pahlawan-pahlawan Islam yang terkenal. Dan Khansa sendiri terkenal sebagai ibu
para syuhada. Hal itu karenakan dorongannya terhadap keempat anak lelakinya yang
telah gugur sebagai syahid di medan Perang Qadisiyah.
Sebelum peperangan dimulai, terjadilah perdebatan sengit di rumah Khansa. Di
antara keempat putranya saling berebut kesempatan mengenai siapakah yang akan
ikut berperang melawan tentara Persia, dan siapakah yang harus tinggal di rumah
bersama ibunda mereka. Keempatnya saling menunjuk yang lain untuk tinggal di
rumah. Masing-masing ingin turut berjuang melawan musuh-musuh Allah. Rupanya
perdebatan mereka itu terdengar oleh Khansa.
Maka Khansa mengumpulkan keempat anaknya dan berkata, "Wahai anak-anakku,
sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan. Kalian telah berhijrah
dengan kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain dia, sesungguhnya
kalian ini putra-putra dari seorang lelaki dan seorang perempuan yang sama.
Tidak pantas bagiku untuk mengkhianati ayahmu, atau membuat malu pamanmu, atau
mencoreng arang di kening keluargamu."
Khansa berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, "Jika kalian telah melihat
perang, singsingkanlah lengan baju dan berangkatlah. Majulah paling depan,
niscaya kalian akan mendapatkan pahala di akhirat, negeri keabadian.
Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Inilah
kebenaran sejati, maka berperanglah dan bertempurlah sampai mati. Wahai anakku,
carilah maut niscaya kalian dianugerahi hidup."
Pemuda-pemuda itu pun keluar menuju medan perang. Mereka berjuang mati-matian
melawan musuh, sehingga banyak yang tewas di tangan mereka. Akhirnya mereka pun
satu per satu gugur sebagai syahid. Ketika Khansa mendengar kematian dan
kesyahidan putra-putranya, sedikit pun ia tak merasa sedih.
Bahkan ia berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan
syahidnya putra-putraku. Semoga Allah segera memanggilku dan berkenan
mempertemukanku dengan mereka dalam naungan rahmat-Nya yang luas."
Khansa wafat pada permulaan pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, pada
tahun ke-24 Hijriyah.
5. Khaulah binti Azur
Ialah Khaulah binti Al Azur, adalah termasuk salah seorang srikandi
muslimah yang sangat berani. Ia tidak pernah merasa takut dan gentar sehebat
apapun kekuatan musuhnya. Setiap kali ada peperangan darahnya mendidih ingin
bergabung dengan kaum pria untuk menumpas musuh-musuh Allah.
Pada mulanya setiap kali ia ikut dalam rombongan pasukan Islam, ia selalu
berada di barisan belakang, bertugas untuk menyiapkan makan dan minum pasukan,
mengobati yang terluka dan menyiapkan peralatan tempurnya. Kadang-kadang ia
memberikan semangat kepada pasukan yang akan menghadapi musuh-musuh Allah.
Ketika ia melihat pasukan Islam terdesak dalam suatu peperangan dan banyak
yang gugur, maka tidak ada pilihan lain lagi bagi Khaulah kecuali ikut berjuang
membantu pasukan Islam. Ia tidak ingin tubuhnya dijamah kaum kafir, apalagi
sampai menjadi rampasan perang dan dijadikan budak kaum kafir. Baginya lebih
baik mati daripada menjadi budak kaum kafir. Meskipun ia seorang wanita, ia
tunjukkan keberaniannya dan semangatnya dalam menebas batang leher kaum kafir.
Maka sejak saat itulah ia sering terjun ke medan pertempuran dengan menutup
mukanya (memakai cadar) karena tidak ingin diketahui bahwa ia seorang wanita.
Ia hanya ingin berjuang dan berperang di barisan depan.
Dia mendapat ujian yang baik di Syam, tepatnya tatkala pasukan Islam bisa
menaklukkan Syam pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq. Sementara itu ia
hidup hingga khalifah Amirul Mukminin Usman bin Affan.
Kepahlawanan Khaulah sangat terlihat dalam kisahnya ketika membebaskan
saudara lelakinya Dhirar bin Al Azur.
Pada waktu terjadi perang antara pasukan Romawi dengan pasukan Islam yang
dipimpin oleh Khalid bin Walid, sahabat nabi itu dengan gagahnya menyerbu
wilayah Ajnadin. Pasukan Romawi dipimpin oleh Theodore dari sisi utara Syam
(Suriah) menghalangi pasukan Islam.
Ketika kedua pasukan ini bertemu dan terjadi pertempuran yang sagat hebat,
tiba-tiba terdegar berita bahwa Dhirar bin Al Azur salah seorang pejuang muslim
yang sangat berani itu tertawan musuh (pasukan Romawi). Tertangkapnya Dhirar
ini sangat membuat Panglima Khalid bin Walid marah.
Kemudian perang pun berlanjut dengan lebih dahsyat. Dalam pertempuran
pembalasan itu ada salah seorang pasukan Islam yang memakai cadar yang
bertempur mati-matian dan menewaskan beberapa pasukan Romawi. Ia bertempur tanpa
mengenal lelah dan pantang mundur sedikit pun. Pasukan Romawi pun ketakutan
bukan main sehingga barisan mereka banyak yang bubar.
Tidak jelas, siapa dia. Sebab yang terlihat hanya matanya saja. Dia
mengikat pinggangnya dengan kain sorban berwarna hijau dan membelitkan ke dada
dari bagian belakang (punggungnya). Dengan luar biasa dia menerobos, menusuk,
menyabetkan pedang dan tanpa ragu dia telah menewaskan begitu banyak pasukan
Romawi. Tidak terkesan sedikitpun rasa ingin lari dari medan juang. Subhanallah..
Panglima Khalid bin walid sangat heran dan penasaran dengan orang tersebut.
Kemudian di tengah pertempuran itu, Khalid bin Walid mendekatinya dan bertanya
kepada orang bercadar itu, “Siapakah kamu?” Tetapi prajurit bercadar itu
mengelak dan terus menjauh. Khalid mengejarnya lagi dan mendesak lagi dengan
pertanyaan yang sama. Kemudian orang bercadar itu merasa risih dengan
pertanyaan yang diajukan dan menjawab, “Wahai panglima perang yang mulia, aku
tidak menghindar darimu kecuali karena aku merasa malu terhadapmu. Anda seorang
panglima besar, ditakuti musuh disegani kawan, sedangkan aku hanyalah seorang
wanita bercadar. Tetapi aku melakukan ini semua karena keterpaksaanku. Aku
marah dan sakit hati. Aku adalah Khaulah binti Al Azur. Aku sedang bersama
kaumku. Kemudian datang orang memberi kabar bahwa saudaraku Dhirar tertangkap
pasukan Romawi, kemudian aku pun langsung mengambil kuda dan melakukan seperti
yang Anda lihat sekarang ini.”
Mendengar hal tersebut, hati Khalid menjadi sedih bercampur heran: mengapa
sampai ada seowang wanita ikut keluar berjihad dengan gigihnya untuk
menyelamatkan saudaranya yang tertawan? Maka Khalid pun berjanji akan berusaha
sekeras mungkin untuk menyelamatkan Dhirar.
Tidak lama kemudian, akhirnya Dhirar pun berhasil diselamatkan.
Kemudian setelah itu pertempuran kembali memanas. Dalam pertempuran kali
ini Khaulah kehilangan lagi saudaranya (Dhirar) untuk yang kedua kalinya.
Kemudian ia memohon kepada Panglima Khalid bin Walid agar membebaskannya sekali
lagi. Khalid pun menyatakan bahwa itu sudah menjadi kewajibannya.
Lalu pasukan Islam pun segera melancarkan serangan besar-besaran dan bisa
mengepung benteng pertahanan musuh di kota Antiokia. Dhirar yang tertawan di
kota itu akhirnya berhasil diselamatkan.
Tetapi Allah berkehendak lain. Ketika upaya penyelamatan Dhirar dan pasukan
Islam lain yang tertawan, Khaulah dan beberapa wanita justru ikut tertawan
sementara Dhirar telah bebas.
Meskipun ditawan pasukan Romawi, Khaulah pantang menyerah dan akan
melakukan pemberontakan. Pada saat pasukan Romawi banyak yang keluar untuk
berperang menghadapi pasukan Islam (sehingga yang tinggal di perkemahan hanya
tinggal sedikit pasukan), kepada wanita-wanita muslimah yang lainnya Khaulah
pun berseru, “Wahai putri-putri Himyar, keturunan-keturunan Tubba’, apakah
kalian rela terhadap orang-orang kafir yang akan menjamah kalian dan anak-anak
kalian dijadikan budak mereka? Lebih baik kita mati daripada menjadi budak hina
dan pelayan Romawi!”
Khaulah dan wanita-wanita lainnya kemudian mengambil tiang-tiang yang
menjadi penyangga perkemahan Romawi dan menjadikannya sebagai senjata. Dengan
keberanian wanita-wanita itu, maka Khaulah dan para wanita muslimah pun bisa
terbebas dari tawanan musuh.
Ade
ReplyDeleteTolong dong min saya ingin tahu sejarah Raden ahmad sauqi siapakah beiau.
Trmksih
Terima kasih mas Ade atas responnya, mohon maaf sebelumnya, saya baru dengar nama Raden Ahmad Sauqi. Kalo boleh tau mas Ade tau nama itu dari manakah? supaya saya bisa pelajari dahulu lebih lanjut.
DeleteTerima kasih juga mas Agung atas responnya.
ReplyDeleteJika tidak keberatan, mohon di Subscribe Channel Youtub saya mengenai sejarah di https://www.youtube.com/user/novalhardian337. Terima Kasih
nice info kak
ReplyDeletepaket axis rabu rawit